Televisi vs Internet

Saya membatasi opini televisi versus internet ini dalam hal produksi berita. Saat pertama kali saya jadi wartawan pada tahun 2004. Saat itu koran saya anggap sebagai produk berita yang terkuat, ia sering menjadi refrensi sebuah berita, bahkan kadang refrensi kebenaran. Saya ingat saat mewawancarai seorang narasumber, seringkali ia mengutip sebuah informasi yang ia baca dikoran. Bahkan sebuah argumentasi dalam rapat di parlemen sering juga mengutip sebuah berita koran. Koran menjadi refrensi berbagai kalangan.

Sifat koran sangat fleksibel, koran bisa dibawa, bisa disimpan, bisa ditunjukan, hebat!. Namun untuk urusan blow up televisi punya sifat unik, karena sifat audio visualnya, terutama berita peristiwa, ucapan kontroversi bahkan body language dan expresi, bisa bergema melalui televisi. Sebuah video jembatan roboh, statement narasumber, tersangka pelaku kriminal yang jalannya pincang karena peluru polisi, wajah tersangka kasus korupsi yang tersenyum tapi pahit sudah cukup menjelaskan lebih dari kata kata. Seorang produser mengatakan "itu gambarnya di roll  saja, ngga perlu narasi, semua sudah jelas". Televisi dan koran menjadi sumber berita dengan keunikan masing masing.

Saat itu internet sudah masuk ke Indonesia, tapi masih jadi barang mahal, alat untuk mengaksesnya juga hanya komputer. Portal berita online juga masih jarang, media online masih menjadi alternatif dalam penyebaran berita, belum banyak inovasi bahkan ada layout yang sama persis dengan versi cetaknya. Dengan kata lain portal berita online benar benar jadi pengikut media besar dan mapan. Media kecil mengikuti media  besar.

Internet semakin marak, pengguna semakin banyak, jaman juga berubah. Portal online menunjukan keunikannya, yaitu kecepatan dan kecepatan. Televisi perlu waktu untuk menayangkan beritanya, setelah peliputan harus balik ke kantor (minimal kaset atau cardnya dijemput sama kantor), lalu editing, dubbing dsb Kemudian ditayang sesuai dengan jam tayangnya. Soal kecepatan, kalaupun televisi mau cepat biaya produksinya lumayan mahal, teknologi  live report.  Koran lebih parah lagi, tunggu besok, baru ada di koran. Portal online yang paling hebat saat itu detik.com, filosofinya dia bisa update tiap detik. Dari segi kecepatan, media online menang telak. 

Misalnya ada peristiwa demonstrasi besar didepan istana. Televisi menurunkan beberapa tim wartawan dan crew SNG (sattelite news gathering) untuk mendukung live report, lalu tiba tiba bentrokkan pecah 500 meter dari SNG. Dengan wartawan, crew yang totalnya bisa 10 orang atau lebih, televisi masih kalah cepat dibanding hanya 1 orang wartawan media online. Televisi dengan mobil SNG yang segede gitu dan SDM yang banyak kalah dengan sebuah laptop yang terhubung  internet. Di era kecepatan berita , koran sudah tidak terdengar lagi.

Peralatan untuk live report - Foto: ndsatcom.com
Dimulai dari era koran, lalu televisi lalu ke online. Portal berita online semakin kuat dengan kemampuan streamingnya. Dari konten foto dan tulisan, online manambah tajinya dengan audio visual, luar biasa! Tapi berita video di online masih belum menemukan keunikannya, penonton masih ogah menggunakan kuota datanya untuk nonton video berita yang berpanjang panjang seperti televisi, mending ngga usah dah... sayang kuota. Mungkin respon pengguna kuota bisa berbeda kalau video beritanya tidak lebih dari satu menit.

Internet semakin marak, handphone jadi sangat umum, media sosial ada dimana mana, jaman berubah lagi. Kini media sebesar televisi, sehebat online mulai dipengarubi oleh media sosial. Dimana mana ada handphone, dimana mana ada wartawan, lalu kita mengenal istilah viral. Biasanya berdurasi pendek, mudah disebar, tidak sayang kuota dan mudah direpost. Di era ini investasi yang besar kantor berita baik televisi maupun online mau tidak mau mengambil topik yang sedang viral. Dibuat oleh satu orang, bukan kantor berita, bukan wartawan, tanpa peralatan canggih, amatir, mampu menghasilkan gelombang, mempengaruhi media besar bahkan kadang mempengaruhi keputusan negara.

Internet bisa dibawa, bisa disimpan, bisa ditunjukan, bisa di repost, hebat! Kemudian Indonesia mulai masuk ke era televisi digital, nontonnya bisa di handphone. Eranya Digital Nation. (baca: Televisi Digital)
Foto: http://thelocalbizmagazine.ca

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinema Verite

Televisi Digital

Opini vs Fakta